Rukun Ibadah Hati
Rukun Ibadah Hati adalah kajian Fiqih Do’a dan Dzikir yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. Kajian ini beliau sampaikan di Masjid Al-Barkah, komplek studio Radio Rodja dan Rodja TV pada Selasa, 4 Jumadil Akhir 1447 H / 25 November 2025 M.
Kajian Tentang Rukun Ibadah Hati
Rukun-rukun tersebut adalah: cinta, takut, dan berharap kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Inilah tiga rukun yang merupakan rukun ibadah hati, yang mana tidak akan diterima ibadah apa pun kecuali dengan tiga hal ini.
Allah ‘Azza wa Jalla diibadahi dengan cinta, berharap pahala, dan takut akan siksa-Nya. Ketika seseorang mendengar azan dan muncul semangat untuk pergi bermunajat kepada Allah, semangat itu muncul dari cinta. Ketika seseorang berharap akan ridha Allah dan pahala-Nya, hal itu menunjukkan adanya ibadah harapan di hati. Dan ketika merasa takut ibadah tidak diterima, itu menunjukkan adanya rasa takut di hati.
Cinta akan memengaruhi semangat. Semakin lemah semangat, menunjukkan lemahnya cinta. Berharap akan memengaruhi keikhlasan. Semakin mengharapkan ridha Allah, semakin ikhlas. Sebaliknya, semakin kurang mengharapkan ridha Allah, semakin kurang keikhlasan.
Adapun rasa takut akan memengaruhi kebagusan amal. Semakin takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, semakin seseorang memperbagus amalnya. Karena takut amalnya tidak diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, ia memelihara kekhusyukannya, memperhatikan rukun, syarat, dan hal lainnya. Hal ini disebabkan adanya rasa takut tidak diterima.
Sebagaimana telah disebutkan, Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ…
“Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, sedang hati mereka takut (akan siksaan Tuhannya).” (QS. Al-Mu’minun[23]: 60)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjelaskan bahwa mereka adalah orang-orang yang shalat, zakat, dan puasa, namun merasa takut tidak diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Rasa takut inilah yang menyebabkan seseorang melakukan perbuatan itu sebaik-baiknya.
Siapa yang kehilangan cinta, akan hilang semangatnya. Seseorang yang malas shalat adalah karena cintanya kepada Allah ‘Azza wa Jalla bermasalah. Walaupun lisannya berkata, “Saya cinta Allah,” tetapi tidak ada semangat untuk bertemu dengan Allah. Keinginan bermunajat dengan Allah, merasa asyik bermunajat dengan Allah, semua itu adalah wujud cinta.
Semakin cinta kepada Allah, semakin seseorang banyak mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Para ulama berkata, tanda cinta adalah banyak mengingat. Semakin seseorang cinta pada orang lain, semakin ia akan banyak mengingatnya. Demikian pula semakin cinta kepada Allah, semakin banyak mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala, sehingga shalatnya semakin khusyuk.
Allah Tabaraka wa Ta’ala mengumpulkan tiga ibadah hati ini di dalam Surah Al-Fatihah, yang merupakan surah paling utama dari Al-Qur’an, sebagaimana telah dibahas.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Segala puji bagi Allah, Rabb seluruh alam.” (QS. Al-Fatihah[1]: 2).
Dalam ayat ini mengandung cinta kepada Allah. Karena Allah adalah Pemberi Nikmat, dan yang memberi nikmat akan dicintai sesuai dengan kadar nikmat yang diberikan. Jika seseorang mendapatkan rezeki atau kebaikan setiap hari dari orang lain, timbul rasa senang kepadanya, sebab ia bersikap baik. Pemberian Allah kepada makhluk-Nya tidak terhingga. Aneh kiranya, jika semakin banyak dikaruniai nikmat oleh Allah, semakin berkurang cinta kepada-Nya.
Maka ketika mengucapkan “Alhamdulillah,” itu mengandung pujian yang disertai rasa cinta kepada yang dipuji. Rasa cinta kepada Allah timbul karena Dia telah memberikan banyak kenikmatan.
Banyak di antara manusia menganggap kenikmatan hanya sebatas perkara duniawi, seperti makanan, harta, kesehatan, rumah, atau kendaraan. Padahal, nikmat yang paling besar adalah nikmat hidayah, yaitu ketika dikaruniai kekuatan untuk shalat, dijadikan senang membaca Al-Qur’an, dijadikan cinta kepada majelis taklim, dan senang berzikir. Semua itu adalah rezeki yang lebih besar.
Kemudian firman Allah:
الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
“Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.” (QS. Al-Fatihah[1]: 3).
Firman Allah Ar-Rahmanir Rahim mengandung harapan. Seorang mukmin mengharapkan rahmat Allah. Rahmat Allah itu berupa rezeki, hidayah, dan segala kebaikan. Semua mengharapkan rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan seorang mukmin pasti ingin meraihnya.
Selanjutnya firman Allah:
مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ
“Raja hari Pembalasan.” (QS. Al-Fatihah[1]: 4).
Firman Allah Maliki Yaumiddin (Raja Hari Pembalasan) mengandung rasa takut. Sebab, di hari Kiamat Allah akan memberikan balasan yang setimpal dari perbuatan dan amal.
Setelah rukun ibadah hati (cinta, harap, dan takut) disebutkan, kemudian Allah berfirman:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
“Hanya kepada Engkaulah kami beribadah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan.” (QS. Al-Fatihah[1]: 5).
Ayat ini berarti, “Kami beribadah kepada-Mu, Ya Rabb, dengan tiga ibadah tadi: dengan cinta, dengan berharap, dan dengan rasa takut.” Dengan demikian, tiga rukun ibadah hati ini harus ada pada setiap ibadah.
Sebagian ulama mengatakan, siapa yang beribadah kepada Allah hanya dengan cinta saja, tetapi tidak ada rasa takut dan tidak berharap ridha Allah, ia akan menjadi orang zindik. Sebaliknya, siapa yang beribadah kepada Allah hanya dengan berharap saja, tidak ada rasa takut dan tidak ada cinta, maka ia akan menjadi orang murji’ah yang meremehkan maksiat. Dan siapa yang beribadah kepada Allah dengan takut saja, maka biasanya dia akan jadi orang Khawarij, mudah mengkafirkan dan mudah memvonis orang.
Download MP3 Kajian Tentang Rukun Ibadah Hati
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/55837-rukun-ibadah-hati/